Isi
Teknologi peramalan cuaca telah memungkinkan para ahli meteorologi untuk memberikan kepada orang-orang ramalan jangka pendek. Sayangnya, hanya memprediksi badai tidak selalu berarti mengetahui jumlah curah hujan yang akan dihasilkannya. Karena itu, ratusan orang meninggal setiap tahun karena banjir. Untungnya, kemajuan teknologi memungkinkan kami untuk fokus pada menemukan alat yang lebih baik yang digunakan untuk memprediksi intensitas badai.
Pengukur Hujan
Alat yang agak sederhana, alat pengukur hujan bertindak seperti gelas pengukur untuk mengukur jumlah curah hujan di daerah tertentu. Menggunakan alat pengukur hujan memungkinkan para ahli meteorologi untuk mengetahui dengan tepat berapa banyak hujan yang turun, memungkinkan mereka untuk mengukur dengan tepat seberapa banyak uap air di dalam tanah. Alat pengukur hujan bukanlah alat terbaik untuk memprediksi banjir; pada kenyataannya, mereka hanya membantu untuk memprediksi banjir di daerah di mana alat pengukur hujan berada. Layanan cuaca setempat dapat melaporkan curah hujan 2 inci di mana pengukur berada, tetapi karena jumlah curah hujan bervariasi dari satu lingkungan ke lingkungan lainnya, informasi tersebut tidak sepenuhnya akurat.
Laser Lintas Udara
Di distrik Danau Queenstown di Selandia Baru, ahli meteorologi memindai area yang ditargetkan dengan laser untuk memprediksi banjir bandang. Pemindai laser LiDAR (Deteksi Cahaya dan Mulai) diamankan ke pesawat terbang. Saat pesawat terbang, laser mengumpulkan informasi tentang area di bawah ini termasuk perubahan garis pantai. Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional AS dan NASA menggunakan data untuk menentukan perubahan ini dan memperkirakan kemungkinan banjir.
Satelit
Pada 2 November 2009, Badan Antariksa Eropa meluncurkan satelit Soil Moisture and Salinity (SMOS). Ini mengukur tingkat kelembaban tanah, tingkat pertumbuhan tanaman dan tingkat garam di lautan di seluruh planet ini. Ini adalah pengukuran yang dikumpulkan kembali ke Bumi di mana para ilmuwan menggunakan data untuk memprediksi kemungkinan banjir atau kondisi kering yang ekstrem. NASA juga menggunakan Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM) untuk mengukur jumlah uap air di dalam tanah Bumi. Satelit mendeteksi perubahan radiasi gelombang mikro yang dipancarkan oleh tanah. Ketika tanah kering, itu hangat, oleh karena itu lebih banyak gelombang mikro yang dipancarkan. Ketika tanah basah, itu lebih dingin, jadi lebih sedikit gelombang mikro yang dipancarkan. Karena tanah menyerap lebih sedikit uap air ketika jenuh (seperti spons), kemungkinan banjir dapat terjadi di daerah-daerah di mana tanah secara signifikan dibasahi, karena tanah tidak dapat menyerap air lagi.